Manado : Menang Nampang Doang?


WALAKNEWS.com Ι Manado Ι – Sengaja saya membuat judul tulisan ini : Manado : Menang Nampang Doang” untuk lebih menarik perhatian kita (khususnya perempuan Manado agar membaca tulisan ini sampai tuntas).

Kata-kata pada judul di atas sering disematkan kepada perempuan-perempuan Manado entah dipakai sebagai candaan atau sebagai ucapan ketidaksenangan terhadap perempuan Manado, atau dengan motif apa, entahlah.

Kata-kata yang sangat saya tidak sukai ini, bahkan sering dipakai untuk melecehkan/membully perempuan Manado yang konon katanya ‘Cuma pinter bagaya’ (cuma bisa bergaya).

Gaya doang tanpa kapabilitas dan kapasitas. Bahasa ekstrimnya, gaya doang otak kosong.

Melihat hal ini, (dan juga karena kita masih ber-euforia atas perolehan medali emas ganda putri Indonesia di ajang bergengsi Oliampiade Tokyo 2020, yang salah satunya seorang Nona Manado; Greysia Polii) maka saya tertantang menulis/memposting tentang Kiprah perempuan-perempuan Manado yang tidak banyak orang tahu. (Ada banyak catatan saya di bawah ini yang saya ambil dari berbagai sumber Wikipedia dari tulisan-tulisan Armstrong Sompotan, Piet Hein Pusung juga Sist Monique Rijkers. Ijin ya)

Sejak saya kecil, setahu saya tidak ada Oma-oma / Nenek-nenek orang Manado yang buta huruf. Sejak saya kecil, di kampung saya, sering melihat Oma-oma pergi ke gereja dengan membawa Alkitab dan Buku Nyanyian (Kidung Jemaat).

Yang menjadi tanda bahwa sejak dulu perenpuan-perempuan Manado sudah mengecap bangku pendidikan. Mereka bisa membaca dan bahkan bisa membaca ‘not / solmisasi’ (meskipun orang di desa).

Saya ingat sekali, Oma saya pernah bercerita, mereka bersekolah pada jaman sebelum kemerdekaan diajari berbahasa Jepang. Jadi orang Manado sudah sejak dulu mengedepankan kesetaraan gender. Laki-laki dan perempuan sama-sama mengecap bangku pendidikan.

135 tahun yang lalu, di mana perempuan di daerah lain masih di bawah kungkungan tradisi dan kekentalan patrilineal, ‘Nona Manado’ sudah bersekolah bahkan ada yang sudah menjadi guru.

Menurut tulisan Armstrong Sompotan, RA Kartini lahir pada 21 April 1879, hampir berbarengan dengan dibangunnya sekolah khusus perempuan / sekolah Nona (Meisjesschool) di Kuranga Tomohon. Artinya, RA Kartini baru berkeinginan sekolah, Nona-Nona Manado telah lama bebas bersekolah.

‘Sekolah Nona’ di Tomohon ini adalah sekolah berbahasa Belanda. Itulah sebabnya sampai kini, banyak Oma Opa orang Manado yang sangat fasih berbahasa Belanda. Sementara di bagian Indonesia lainnya, kaum perempuan masih terkungkung dengan tradisi, perempuan Manado sudah ada yang sarjana.

Ini cuplikan saya ambil dari Wikipedia dari tulisan Armstrong Sompotan, Piet Hein Pusung dan Monique Rijkers tentang ‘Kiprah Nona-Nona Manado’ sebelum Kemerdekaan Sampai Zaman Milenial.

-Dokter perempuan pertama, kedua dan ketiga di Indoneisa adalah Nona Manado.
-Sarjana Hukum perempuan pertama di Indonesia adalah Nona Manado.
-Guru besar perempuan pertama di Indonesia adalah Nona Manado.
-Rektor perempuan pertama di Indonesia adalah Nona Manado.
-Walikota perempuan pertama di Indonesia adalah Nona Manado.
-Jenderal Polisi perempuan pertama di Indonesia adalah Nona Manado.
-Anggota parlemen wanita pertama di Indonesia adalah Nona Manado.
-Guru Wanita pertama di Indonesia adalah Nona Manado.
-Pembaca Teks Sumpah Pemuda tahun 1928 adalah Nona Manado.
-Salah satu pimpinan dan pembicara dalam Kongres Pemuda Indonesia tahun 1926-1928 adalah Nona Manado.

Dan masih banyak lagi, masih banyak dan masih banyak lagi.

Mari kita berkenalan, siapa-siapa sajakah ‘Nona-Nona Manado’ yang hebat-hebat itu.

1. dr. Marie E. Thomas lahir di Likupang, Minahasa Utara 17 Februari 1896. Adalah dokter perempuan Indonesia pertama lulusan STOVIA. Awalnya sekolah kedokteran STOVIA hanya menerima murid laki-laki saja. Tapi pada tahun 1912, Marie E. Thomas, Nona Manado masuk dan menjadi murid perempuan satu-satunya di antara 180 murid laki-laki.

2. dr. Anna Adeline Karamoy Warouw, kelahiran Amurang, Minahasa Selatan, 23 Februari 1898. Adalah perempuan Indonesia kedua / Nona Manado yang lulus sekolah pendidikan dokter Hindia Belanda STOVIA pada tahun 1924 kemudian menjadi spesialis dalam bidang Otolaringologi yaitu bagian ilmu kedokteran yang mendiagnosis dan mengobati bagian THT dan kepala dan leher.

3. Prof. Ani Abbas Manopo, lahir di Langowan, 4 Mei 1909. Adalah perempuan Indonesia pertama yang bergelar Sarjana Hukum. Menjadi salah satu pelopor berdirinya USU dan menjadi Dekan di Fakultas Hukum di USU.

4. Dra. Agustina Magdalena Waworuntu, lahir pada 4 Juni 1899. Perempuan pertama Indonesia yang menjadi Walikota. Menjadi perempuan pertama yang memperoleh sertifkat mengajar bahasa Perancis selama pendudukan Jepaang di Hindia Belanda. Beliau menjadi anggota komisi bahasa bersama dengan tokoh-tokoh terkemuka seperti Sutan Takdir Akisjahbana. Setelah proklamasi kemerdekaan dia mengajar bahasa Perancis dan Jerman di sekolah menengah.

5. Stientje Ticoalu Adam. Pembicara dalam Kongres Pemuda Indonesia pada tahun 1926-1928.

6. W. B. Nona Watuseke Politon. Pendiri Universitas Pinaesaan cikal bakal Universitas Sam Ratulangi dan Universitas Manado.

7. Dr. Agustina Ratulangi (Kakak Kandung G.S.S.J Ratulangi / Sam Ratulangi) menjadi anggota parlemen perempuan pertama dan termuda di Indonesia.

8. Wudankajes Rachel Wilhelmina Ratulangi (Kakak kandung G.S.S.J Ratulangi) perempuan Indonesia pertama yang merebut ijazah K.E Klein Ambtenaar pada tahun 1898.

9. Maria Josephine Chatarina Maramis, atau dikenal dengan Maria Walanda Maramis adalah seorang Pahlawan Nasional. Lahir di Kema, Minahasa Utara, 22 April 1924. Pada tanggal 8 Juli 1918 mendirikan PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya) sebagai langkah awal mewujudkan citanya. Melalui PIKAT, berdirilah Huis Houd School atau Sekolah Rumah Tangga PIKAT pada tahun 1918. Perempuan-perempuan yang diterima di sekolah ini adalah perempuan-perempuan pribumi. Di sana mereka diberikan pengetahuan tentang pengurusan rumah tangga, memasak, menjahit dan etiket atau sopan santun. Melalu lembaga pendidikan ini wanita-wanita Minahasa sudah semakin meningkat dalam hal pendidikan.

10. Wilhelmina Waroka, lulus sekolah Nona (Meisjesschool) di Tomohon pada tahun 1886 (RA. Kartini baru berumur 7 tahun) Nona Manado sudah menjadi guru.

11. Johana Masdani Tumbuan. Adalah pembaca teks Sumpah Pemuda dan adalah seorang Pahlawan Perintis Kemerdekaan. Sebagai aktifis pemuda/pemudi menjelang kemerdekaan Johana banyak berjumpa dengan tokoh-tokoh terkenal seperti Muh. Yamin, Mr. Assaad, dll.

12. Brigjen Pol (Purn) Jeanne Mandagi, SH. Lahir di Manado, 2 April 1937. Meninggal di Jakarta pada 7 April 2017. Dikenal sebagai tokoh peduli perempuan dan Jenderal perempuan pertama di Indonesia dalam jajaran Polri. Beliau pernah menjabat sebagai konsultasi ahli di BNN dan aktif dalam penanganan pemberantasan narkoba di Indonesia sebagai pernah menjabat Kepala Divisi Humas Polri tahun 1989-1992.

13. Liliana Natsir. Pebulutangkis Indonesia.

14. Greysia Polii. Pebulutangkis Indonesia.

Dan masih banyak lagi, Nona-Nona Manado lainnya.

Semoga dengan membaca tulisan ini (yang saya ambil dari berbagai sumber) para ‘Nona Manado’ zaman sekarang tidak ter-insecure dengan pemeo ‘Menang Nampang Doang / Menado’. Justru semakin menjadi berkat bagi banyak orang.

Karena sejak dulu, Nona Manado sudah membuktikan kehebatannya di kancah (bukan hanya dalam negeri tetapi juga di kancah internasional, di berbagai bidang, baik olahraga, politik, kesenian, pendidikan, sastra, militer, dll).
Mari Nona-Nona Manado torang buang tu stigma ‘Menang Nampang Doang / Pang bagaya / Pang Bahodeng’ tetapi juga tampilkan kualitasmu sebagai ‘Nona Manado’ yang hebat.

Boleh bagaya, tapi banyak gaya yang harus “Berdiri sama tinggi” dengan kemampuan otak, kemampuan dana dan attitude.

(Catatan yang ketinggalan : dari semua orang Manado yang saya kenal tak ada satupun yang tulisan tangan mereka jelek apalagi yang berprofesi sebagai guru)

Bangga menjadi Orang Manado / Minahasa. I Yayat U Santi.. (adm-01)

 

Oleh : Ivonne Sundalangi Supit. 
(Sumber : dari postingan di grup WA)

Berita Terkait

Top